Klik Gambar

Lampung Timur-Halopaginews.com- Program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) yang seharusnya menjadi penyelamat bagi masyarakat berpenghasilan rendah justru menjadi beban tambahan. Bukannya mendapatkan bantuan secara bebas, sebagian keluarga penerima Manfaat (KPM) di beberapa kecamatan malah dipaksa mengikuti skema yang menguntungkan pihak tertentu.
Di Kecamatan Batanghari, sejumlah KPM mengaku bahwa kepala desa ada dugaan menginstruksikan mereka untuk tetap berbelanja di eks e-warung meskipun uang BPNT mereka telah habis. Tidak hanya itu, mereka bahkan didorong untuk berutang demi memenuhi kewajiban belanja tersebut.
“Uang sudah kami belanjakan dan habis. Kepala desa memberi kami instruksi untuk mencari uang pinjaman kemudian berbelanja di e-warung,” ujar seorang KPM dengan nada kecewa. Selasa, 18 Februari 2025.
Di Kecamatan Sekampung, kasus serupa terjadi. Dana BPNT untuk periode Desember 2024 hingga Februari 2025 yang seharusnya sebesar Rp600 ribu, hanya bisa dicairkan Rp200 ribu dalam bentuk tunai. Sisanya, Rp400 ribu, secara otomatis dipotong dan wajib digunakan untuk membeli sembako di e-warung.
Barang yang diterima pun menimbulkan banyak pertanyaan. Di Kecamatan Batanghari, KPM hanya mendapatkan 10 liter beras, minyak goreng Kita 900 ml, gula pasir 1 kg, dan telur 16 butir. Sementara di Sekampung, paket hampir sama, tetapi jumlah telurnya lebih sedikit, hanya 14 butir. Jika dihitung, harga sembako yang diberikan jauh lebih tinggi dibandingkan harga di pasaran.
Di sejumlah kecamatan lain, pola yang sama juga terjadi. Banyak KPM mengeluhkan skema pemaksaan ini, menganggap bahwa harga paket sembako yang ditawarkan tidak sebanding dengan nilai uang yang dipotong dari bantuan mereka.
“Kami ini rakyat kecil. Seharusnya bisa memilih kebutuhan sendiri, bukan dipaksa membeli barang yang harganya mahal,” keluh seorang KPM. (Tim)