Rakyat Petani Bersuara, Bupati Ela Bentuk Tim Khusus Agraria, Focus Mengurai Konflik Tanah

| 𝕿𝖊𝖗𝖎𝖒𝖆𝖐𝖆𝖘𝖎𝖍 𝕵𝖆𝖉𝖎 𝕻𝖊𝖒𝖇𝖆𝖈𝖆 𝕾𝖊𝖙𝖎𝖆.

Klik Gambar

Lampung Timur-Halopaginews.com- Sekitar seratus petani dari delapan desa di Lampung Timur menggelar unjuk rasa di halaman Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Timur,Rabu (21/5/2025) Pagi. Massa yang datang menggunakan belasan kendaraan itu menuntut keadilan atas dugaan penyerobotan lahan garapan mereka.

Para petani menyuarakan keresahan terkait munculnya sertifikat hak milik (SHM) atas tanah yang selama ini mereka kelola secara turun-temurun. Mereka menduga terjadi praktik mafia tanah, menyusul terbitnya SHM atas nama pihak lain sejak tahun 2021.

Setelah satu jam berorasi, perwakilan pengunjuk rasa diterima langsung oleh Bupati Lampung Timur, Ela Siti Nuryamah, dalam dialog tertutup di ruang rapat utama Pemkab. Di hadapan perwakilan massa dan unsur Forkopimda, Bupati Ela menyatakan sikap tegas.

Baca Juga :  Babinsa Koramil 08/RU Bersama Warga Perbaiki Tanggul Bendungan Jebol Terdampak Banjir

“Kami sepakat untuk membentuk tim khusus agraria bersama Forkopimda dan BPN. Tim ini akan fokus mengurai konflik lahan yang terjadi, termasuk yang melibatkan sertifikat di Desa Wana dan menjadi keluhan masyarakat Desa Sripendowo,” ujar Ela.

Ia memastikan Pemkab tidak tinggal diam dan akan memfasilitasi penyelesaian konflik secara adil. Bupati juga menegaskan bahwa pihaknya akan mendampingi proses mediasi antara masyarakat dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Sementara itu, Kepala Kantor BPN Lampung Timur, Muslih Chaniago, menegaskan pihaknya sudah melakukan langkah awal dengan memblokir sejumlah sertifikat yang statusnya dipersoalkan. Muslih juga menyatakan komitmen untuk menyelesaikan polemik tersebut secara transparan.

Baca Juga :  Sinergi TNI-POLRI Apel dan Patroli Skala Besar Jelang Malam Pergantian Tahun

“Saya baru menjabat sejak Oktober 2024. Namun, kami sudah mempelajari kasus ini, mengumpulkan data, dan akan segera melaporkan ke pimpinan pusat. Kami tidak memihak siapa pun, kecuali pada kebenaran,”kata Muslih.

Koordinator aksi, Suparjo, menyebut konflik ini melibatkan 435 kepala keluarga. Ia menilai akar masalah adalah lemahnya pengawasan atas program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

“Kami menuntut dibentuknya Gugus Tugas Reforma Agraria, pencabutan sertifikat bermasalah, dan tindakan tegas terhadap mafia tanah,”ujarnya.

Aksi ditutup dengan harapan agar pemerintah daerah dan pusat segera mengambil langkah konkret. “Kami hanya ingin hak atas tanah kami diakui dan dilindungi. Reforma agraria sejati harus diwujudkan,”tutup Suparjo. (*)

Dilaporkan oleh : Redaksi Umum