Klik Gambar

Lampung Timur-Halopaginews.com- Terdapat sebidang tanah bersertifikat hak milik atas nama Hi. Sa’id terletak di Dusun Sido Mulyo Desa Pasar Sukadana Kecamatan Sukadana dengan luas 20,150 meter.
Kemudian terjadi negosiasi antara Hi. Sa’id dan Hi. Mustofa pada tahun 1997 silam, dimana Hi. Sa’id melepaskan sebagian tanah itu seluas 5,000 meter kepada Hi. Mustofa sahabatnya.
Berhubung tanah itu akan dijadikan oleh Hi. Mustofa untuk lokasi pembangunan pesantren sebagai nazar, disinyalir tanah itu dilepas dengan murah oleh Hi. Sa’id hanya seharga Rp.37,5 juta.
Disinyalir sertifikat belum dipecah dan balik nama, selain itu, Hi. Mustofa tidak bayar pajak tanah begitu juga Ahmad Ulinuha ahli warisnya sejak berdomisili di Dusun Sido Mulyo sekitar lokasi Ponpes tahun 2011.
Ketua rukun tetangga (RT) 005 Dusun 002 Sido Mulyo Desa Pasar Sukadana, Supardi mengatakan bahwa sertifikat tanah lokasi Ponpes belum dipecah sebab SPPT masih jadi satu.
“Itukan belum mecah pak Ulin, udah berapa tahun belinya masih Bayan pak Tumi. Tapi kalau setau saya kayaknya sih belum, tapi petoknya masih jadi satu belum pecah,” tutur Supardi diamini istrinya dirumah kemarin pada Jum’at, 4 Juli 2025 jam 08.30 WIB
Ahmad Ulinuha yang bertempat tinggal di Dusun Sido Mulyo menempati rumah milik Hi. Sa’id sebelum membuat rumah sendiri.
“Pak Ulinnya dulu yang tinggal disini nunggu rumah punya pak Hi. Sa’id, kalau pak Mustofa tinggalnya di Way Jepara,” tutur Pardi panggilan keseharian Supardi.
Rencana Hi. Mustofa akan membangun pondok pesantren untuk dikelola oleh Ahmad Ulinuha anaknya, berhubung Ahmad Ulinuha nikah sebelum selesai menimba ilmu agama di Jogjakarta maka rencana dibatalkan.
“Ceritanya begini, rencana bapaknya mau bikin pesantren yang mengelola pak Ulin, ternyata pak Ulin sekolahnya belum lulus dia sudah seneng sama cewek jadinya nikah dulu. Jadi nggak tau kok sampe sekarang terbengkalai nggak jadi bikin pondok,” kata Ketua Rukun Tetangga 005 itu.
“Pak Mustofa itu minta bagi untuk bikin pondok pesantren dibeli, sebenernya itu bukan wilayah saya tapi wilayah pak Eko cuman karena tanahnya nggak cuma itu, disana ada, disini ada, dipinggir kali ada jadi satu saya oleh pak Bayannya (4 lokasi),” terangnya.
Kalau bukan untuk lokasi membangun pondok pesantren kemungkinan tanah itu tidak diperjualbelikan oleh Hi. Sa’id.
“Mungkin dulu kalau memang pak Mustofa itu memang ngomongnya nggak bikin pondok mungkin nggak dijual oleh pak Sa’id,” jelasnya.
Hi. Sa’id punya banyak tanah dimana-mana, sedangkan hartanya di Dusun Sido Mulyo terdapat 4 lokasi, tanah rumah dan sawah.
“Karena apa, karena pak Sa’id orangnya berduit tanahnya lebar bukan disini aja dimana-mana ada. Karena mau dibuat pondok pesantren ya silahkan, waktu jual belinya masih Kadus pak Tumino,” imbuhnya.
Ketua RT. 005 Dusun Sido Mulyo sempat menunjukkan 1 dari 4 lembar surat pemberitahuan pajak terhutang (SPPT) pajak bumi dan bangunan (PBB) tahun 2025 atas nama Sa’id.
Selembar diantaranya terdapat tanah seluas 20,150 meter dengan nilai pajak Rp.221,650 yang akan dibayar oleh Hi. Said berikut tanah lokasi pembangunan pondok pesantren tersebut.
“Petok (SPPT PBB) sudah turun tapi pajak belum dipungut, atas nama pak Sa’id ada 4 lembar, selembar ini luas tanah 20,150 meter, pajaknya 221,650 masih jadi satu dengan tanah pondok,” ungkapnya.
“Selama ini, sejak tanah itu jadi lokasi pondok, pak Mustofa atau pak Ulin nggak pernah bayar pajak, yang bayar pak Sa’id lewat Wawan anaknya yang ditalangi pak Yanto,” paparnya.
“Dulu banyak kyai-kyai yang dateng kawan-kawan pak Mustofa ke tanah lokasi pondok selamatan, katanya disitu angker kalau orang Jawa nyebutnya endas rowo,” pungkasnya.
Wawan anak Hi. Sa’id menyampaikan dukungan pemberitaan di media secara tidak langsung mempercepat pembangunan Pondok Pesantren sesuai nazar.
“Intinya, saya mendukung dengan apa yang diberitakan, secara tidak langsung biar bisa mempercepat apa yang dinazarkan dari awal tanah itu,” ujar Wawan melalui aplikasi WhatsApp pada Jum’at, 4 Juli 2025 pukul 17.43 WIB
Wawan setuju tanah 5,000 meter itu kembali menjadi hak milik Hi. Sa’id orangtuanya jika tidak sesuai dengan peruntukannya membangun pondok pesantren dibatalkan dengan syarat uang pembelian dikembalikan sebab telah 28 tahun belum terealisasi
“Kalau saya setuju, cuma paling tidak saya harus koordinasi dengan bapak saya dulu,” ucap anak Hi Sa’id itu.
Diduga terjadi tumpang tindih tanah, atau overlapping, dimana ada 2 sertifikat hak atas tanah diterbitkan untuk objek tanah yang sama, baik sebagian atau seluruhnya.
Sementara, pajak tanah untuk lokasi pembangunan pondok pesantren tidak dibayar oleh Hi. Mustofa maupun Ahmad Ulinuha ahli warisnya sejak tahun 1997 terhitung selam 28 tahun. (Ropian Kunang)