Klik Gambar
Bandar Lampung (HPN) – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Lampung, Chandra Bangkit Saputra, sesalkan gugatan yang diajukan oleh AH yang berprofesi sebagai Advokat dengan melakukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap EW seorang jurnalis di Kota Metro.
Menurutnya, gugatan dalam perkara Nomor 17/Pdt.G/2020/PN Metro tersebut, dengan inti mempermasalahkan substansi berita yang dimuat oleh jurnalis dalam perkara dugaan tindak pidana pencabulan. Substansi dalam karya jurnalistik itu menyatakan, bahwa AH selaku kuasa hukum dari korban dugaan tindak pidana pencabulan yang sudah melakukan perdamaian dengan terduga pelaku. Terduga pelaku akan memberikan hak-hak korban sesuai dengan kesepakatan damai. Namun hingga terbitnya berita tersebut, korban belum menerima hak-haknya.
“Gugatan yang dilakukan tersebut sangat kami sayangkan terlebih penggugat sebagai seorang yang berprofesi sebagai Advokat, karena seharusnya mekanisme yang digunakan apabila berita ataupun informasi yang dimuat oleh jurnalis tersebut mencemarkan nama baiknya adalah dengan menggunakan mekanisme yang ada dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.” terang Chandra Minggu (29/11/2020), Pada Siaran Persnya.
Pertama, lebih lanjut Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau memberitahukan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain, hal ini perlu dilakukan sebagai bagian dari klarifikasi dari berita tersebut.
Kedua, Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
$Oleh sebab itu, sudah sepatutnya AH mencabut gugatan tersebut, walaupun tahapan persidangan sudah memasuki tahap Replik Penggugat masih dapat dicabut sebagaimana yang dalam praktek hukum acara perdata dalam Reglement of de Rechtsvordering (Rv) pada Pasal 272 yang menyatakan bahwa “Pencabutan perkara (gugatan) dapat dilakukan di dalam sidang pengadilan jika semua pihak-hadir secara pribadi atau pengacara-pengacara mereka yang mendapat surat kuasa untuk itu, atau dengan kuasa yang sama diberitahukan dengan akta sederhana oleh pengacara pihak satu kepada pengacara pihak lawan.” tuturnya.
Masih kata Chandra, tentunya hal itu sebagai langkah untuk menghormati kerja-kerja jurnalistik yang dilakukan oleh jurnalis yang bertujuan memberikan informasi dan edukasi secara berimbang. Jika memang masih merasa keberatan dan dirugikan atas pemberitaan tersebut, sebenarnya penggugat bisa langsung mengadukan hal ini ke Organisasi Profesi maupun Dewan Pers.
“Bila tidak memungkinkan, dan perkara dipersidangan ini tetap lanjut hingga adanya putusan oleh majelis hakim. Maka majelis hakim wajib melihat Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai bagian dari pertimbangannya. Jangan sampai putusan Pengadilan menjadi Yurisprudensi yang buruk dan mengancam terhadap kebebasan pers.” tegasnya.
Sementara AH, sampai Berita ini terus disusun belum dapat dikonfirmasi. (Rilis)