Merasa Dijadikan Kijang Patah, Korban Pindah Domisili

| 𝕿𝖊𝖗𝖎𝖒𝖆𝖐𝖆𝖘𝖎𝖍 𝕵𝖆𝖉𝖎 𝕻𝖊𝖒𝖇𝖆𝖈𝖆 𝕾𝖊𝖙𝖎𝖆.

Klik Gambar

Lampung Timur-Halopaginews.com- Seorang masyarakat korban dugaan tindakan pungutan liar (pungli) dan pemerasan, walaupun dengan berat hati terpaksa mengambil sebuah keputusan, pindah domisili.

Korban turut Ahmad Aludin orangtuanya menjadi warga di Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur sejak tahun 1964, kemudian ia dilahirkan lahir pada tahun 1967 silam.

Tapi kini RA diusianya yang ke 68 tahun terpaksa pindah domisili di Kecamatan Bumi Agung Kabupaten setempat berdasarkan KTP dan KK nomor 0807 0122 0708 0008 diterbitkan oleh Disduk Capil Lamtim tertanggal 9 April 2025.

Persoalan itu terjadi ketika masyarakat yang beralamat di Kecamatan Sukadana berinisial RA (58) tersebut mengurus syarat hingga proses penerbitan buku nikah putra keduanya yang menikah pada 18 Februari 2025 lalu.

Awalnya, RA temui Hrl dirumah selaku orangtua Hdr oknum Kepala Desa pada Desember 2024 lalu. Saat itu, Hrl minta uang Rp.1,8 juta untuk biayanya, RA pun langsung menyerahkan uang Rp.2 juta, lebihnya Rp.200 ribu biaya operasional.

Tiba-tiba Nzr Sekretaris Desa sampaikan pesan kepada RA lewat RW putra kedua RA calon mempelai pria. Bunyi pesannya, bahwa surat menyurat sedang dalam proses namun menuggu Kepala Desa mencari uang.

“Berkas sudah masuk di KUA, tapi belum di proses karena dana belum dikasih sama pak Kades, Insya Allah ditunggu sampe hari Senin mudah-mudahan pak Kades setor dananya karena dia masih cari,” demikian bunyi pesan Nzr Setdes pada 5 Januari 2025 pukul 20.15 WIB.

Tak sampai disitu, pada Februari 2025 Nzr diperintah oleh Hdr Kepala Desanya mendatangi RA tujuan minta uang untuk biaya guna mengurus syarat hingga proses penerbitan buku nikah senilai Rp.1,8 juta.

Baca Juga :  Ketua PWI Lampung Timur Beserta Jajarannya Gruduk Bakso Tulang di Kedai Resto Shini

Disinyalir, uang senilai Rp.2 juta dari RA yang diserahkannya kepada Hrl pada Desember 2024 lalu tak diserahkan Hrl kepada Hdr anaknya yang menjabat Kepala Desa.

“Malem pak Carik kerumah disuruh pak Lurah minta uang, lewat telpon load speaker pak Lurah ngomong kalau nggak ada duit malem ini juga saya nggak mau tandatangani surat menyurat,” ungkap RA menirukan kata-kata Hdr Kepala Desa pada Kamis, 10 April 2025 jam …00 WIB.

Berhubung tak punya uang, terpaksa RA malam itu juga keluar rumah mendatangi agen ternak untuk jual kambingnya. Lalu uang hasilnya jual kambing langsung diserahkannya kepada Nzr Rp.1,8 juta.

“Berhubung nggak punya uang, terpaksa saya malem itu juga kerumah belantik jual kambing bandot sudah ditawar 2 juta, uangnya 1,8 juta langsung saya serahin ke pak Carik yang nungguin dirumah berdua temannya,” keluhnya.

Namun, sampai sehari menjelang acara akad nikah dan resepsi tiba, urusan yang ditunggu-tunggu oleh RA sekeluarga tersebut ternyata tidak ada informasi.

Shl adik ipar RA minta bantuan ES salah seorang Kepala Dusun tetangga Hrl dan Hdr Kepala Desa setempat dikarenakan Kantor Desa tutup dan oknum Kepala Desa sulit ditemui begitu juga dirumah apalagi dihubungi.

Akhirnya, ES Kepala Dusun itu dengan sigap langsung membantu menangani urusan penerbitan buku nikah tersebut.

“Saya memang dengar dari pak Carik di balai Desa semingguan yang lalu, bahwa surat menyurat warga ada yang belum beres padahal uang sudah diambil dapet orang jual kambing malem-malem. Nanti segera saya urus sebab waktunya sudah mepet hanya sehari lagi besok sudah hari H,” tegasnya.

Baca Juga :  Tari Cetik Kipas Melinting Menuju Istana Negara, Polres Lamtim Lakukan Pengawalan

Singkat cerita, 2 hari pasca acara akad nikah dengan langkah disertai perasaan kesal RA nekad langsung menemui Hrl dirumah bertujuan mengetahui rincian penggunaan uang Rp.3,8 juta yang telah diserahkannya tersebut.

“Numpang nanya Kyai, uang yang dipakai untuk ngurus surat-surat ke KUA segala, apakah itu uang yang saya serahkan ke Kiyai atau yang saya serahkan ke Carik dirumah,” tanya RA kepada Hrl.

Pengakuan Hrl bahwa uang untuk biaya mengurus proses penerbitan buku nikah pakai uang Rp.1,8 juta yang diserahkan RA. Anehnya, Hrl berkelit bahwa uang yang digunakannya hasil menggadaikan sepeda motor.

“Duit yang dengan saya itu. Nggak bakal hadir penghulu kalau nggak saya yang datangi. Rupanya, kata Hrl dia gadaikan motor,” ujar RA menirukan ucapan Hrl.

Sebenarnya, RA ingin tahu tanggung jawab Kepala Desa terhadap dirinya sebagai warga yang harus diayomi, dilindungi dan dilayani secara adil ditengah kehidupan sosial.

“Intinya, saya mau tau isi hati kalian yang sebenarnya sampai dimana pengakuan terhadap saya, apakah diakui sebagai warga yang sebenarnya ataukah tidak,” katanya.

Berhubung dirugikan dan menimbulkan ketidakadilan sosial serta bertentangan dengan Pancasila ke 2 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, berdampak RA dan anggota keluarga, pindah domisili.

“Pendapat saya orang yang bodoh kalau bahasa di perempatan saya dijadikan kijang patah, kalau begitu caranya saya pindah saja,” tegas RA dihadapan Hrl yang diam membisu seribu bahasa dengan raut wajah memerah.

Padahal, Hrl diminta oleh RA menjadi saksi pada pernikahan RW anaknya, tapi apa hendak dikata dimana pepatah telah mengatakan bahwa : “uang tidak mengenal saudara”. (Ropian Kunang)

Dilaporkan oleh : Redaksi Umum