Klik Gambar
Jakarta, halopaginews.com
Putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada 4 Mei 2007 menyatakan PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) pailit dengan Putusan Pailit Nomor : 13/Pdt.Sus-Pailit/2007/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Namun dalam proses kepailitannya, yaitu dalam proposal perdamaian yang diajukan disetujui kreditur konkuren sesuai pasal 151 Undang Undang Kepailitan (UUK) dengan dilanjutkan pengesahan homologasi atas perdamaian yaitu Putusan Nomor : 13/Pdt.Sus-Pailit/2017/PN.Niaga.Jkt.PSt, salinan Putusan Homologasi Nomor 13/Pdt.Sus-Pailit/2017/PN Niaga Jkt. PSt, tanggal 4 April 2018.
Artinya, PT. MIT sudah tidak dalam status pailit. Namun, PT MIT lalai dalam melakukan kewajiban kepada kreditur preferen yaitu PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan karyawan perusahaan yang telah di PHK dan lainnya berdasarkan pasal 168 UU PKPU dan UUK.
Demikian diungkapkan kuasa hukum PT KBN Heince T Simanjuntak SH SE MSi kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (24/3/2022). Menurutnya, PT MIT dalam perdamaian diberikan grass period selama 5 tahun.
Dengan beberapa kali somasi yang telah dikirimkan ke PT MIT tidak kooperatif, kemudian PT KBN menempuh jalur PKPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. “Saluran hukum ini kita tempuh dengan dasar sangat kuat atas pembayaran yang sudah jatuh tempo bila merujuk pasal 168 UKK, yang seharusnya sudah terbayarkan tahun 2017 dan terpenuhinya kreditur lain sesuai pasal 2(1) UUK No 37 tahun 2004,” terang Heince.
PT KBN tidak menempuh pembatalan perdamaian berdasarkan pasal 170 UUK karena PT KBN bukan pihak dalam voting peradmaian dalam kepailitan. Pembatalan hanya bisa dilakukan oleh para pihak yang ada didalam perdamaian yaitu kreditur konkuren dengan membuktikan bahwa PT MIT gagal melakukan pembayaran, padahal pembayaran dimulai tahun 2022 sesuai grass period yang diberikan.
Telah menjadi pengetahuan bahwa pemilik MIT telah di hukum oleh pengadilan. Sehingga ketidak patuhan terhadap UU yang berlaku di negara ini sangat terlihat jelas. PT KBN sebagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak bisa tidak harus melakukan penagihan bagi kepentingan negara.
Begitu juga karyawan sebagai ujung tombak hidup matinya perusahaan harusnya dilindungi dengan segala hak yang melekat atas perjuangan dalam pekerjaan bertahun-tahun. “Tidak ada tempat bagi perusahaan yang nakal di negara yang berdasarkan hukum ini. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” tandas Heince.
Sementara itu, salah seorang mantan karyawan PT MIT yang di PHK bernama Muhamad Nur Aripin berharap kepada majelis hakim PN Jakarta Pusat yang menyidangkan perkara PKPU tersebut agar memberikan putusan yang seadil-adilnya.
“Lihatlah penderitaan kami pak hakim yang mulia, sejak 2017 sampai sekarang hak-hak normative kami sebagai karyawan PT MIT terabaikan. Kepada siapa lagi kami mengadu, dan perjuangan kami satu-satunya sebagai masyarakat kecil adalah melalui proses hukum yang berkeadilan,” tutur Muhamad yang mengaku jabatan terakhirnya di PT MIT sebagai Surveyor
(Lucky sun)