Klik Gambar
Bandar Lampung-(HPN)- Polemik panjang permasalahan status tanah tak berujung di Kampung Karawang, membuat sejumlah masyarakat merencanakan aksi damai tuntut Pemerintah Kota terkait Sertifikat Tanah. “Hal ini tertuang press rilies. Minggu (18/9/22).
Keberadaan pemukiman Rawa Kerawang yang berada di Kelurahan Garuntang (sebelumnya Kelurahan Sukaraja; sesuai dengan perkembangan dan dinamika penduduk kelurahan Sukaraja dipecah menjadi 2 (dua) kelurahan yaitu kelurahan Sukaraja dan kelurahan Garuntang.
Dimana pada tahun 1950-an perkampungan ini adalah rawa-rawa yang di atasnya ditumbuhi beberapa pohon kelapa, rawa tersebut dengan rumput- rumputan yang tingginya hampir 3 meter sehingga banyak binatang seperti monyet, ular, biawak, kelabang dan lain-lain, setiap warga yang hendak mendirikan rumah di atas rawa tersebut harus menimbun/menguruk sekitar 2,5m – 3m.
Pada awalnya hanya ada 5 rumah warga yang berdiri di atas rawa tersebut bahkan ada yang membuat rumah panggung, setiap tahunnya ada warga yang menimbun dan mendirikan rumah di atas rawa, untuk jalan penghubung antar rumah warga membuat gundukan tanah (tanggul).
Pada tahun 1970an perkampungan di atas rawa mulai ramai kurang lebih 40 rumah, pernah terjadi banjir lebih dari 2 meter, warga Kerawang mengungsi ke daratan yang lebih tinggi.
“Jalan ke perkampungan itu melalui tanggul yang dibuat oleh warga secara gotong-royong, pada saat itu harga jual beli tanah garapan perpetak Rp.17.000,-
Pada tahun 1980an semakin banyak warga menimbun dan mendirikan rumah di atas rawa kurang lebih 80 rumah, warga sudah mulai mendirikan rumah yang permanen.
Selain itu, banyak fasilitas umum yang dibangun oleh warga seperti mushola, wc umum, sumur umum, dan lain-lain. Mereka tinggal di kampung rawa Kerawang karena dekat dengan tempat kerja dan juga dekat dengan tempat sekolah anak-anak.
Hampir setiap tahunnya terjadi banjir di perkampungan dikarenakan selain karena rawa juga karena perkampungan Kerawang lebih rendah dari Jalan Raya.
Pada tahun 1990an, di tahun 1991 terjadi banjir besar dimana air sampai 2m-2,5m hingga warga mengungsi dan tinggal di tenda yang didirikan oleh Palang Merah Indonesia (PMII) sampai 10 hari.
Pada saat itu beberapa partai memberikan sumbangan kepada warga korban banjir. Pada tahun 2007 perkampungan rawa Kerawang yang terkenal dengan kampung rawa banjir dihuni oleh 120 kepala keluarga dan + 400 jiwa, terbagi menjadi 2 RT yaitu Rt. 001 dan Rt. 002 Kelurahan Garuntang.
Mayoritas warga Kerawang beragama Islam dan bekerja pada sector informal dan buruh-buruh di Pabrik yang berada di sekitar tempat tinggal mereka.
Pada tahun 2022 Perkampungan ini, sangatlah pesat pembangunan baik jalan maupun tempat tinggal,di atas luas tanah 17.715 m2 saat ini kampung Kerawang dihuni +200 KK. + 850 Orang, dan sebanyak + 100 Bangunan Rumah permanen.
“Semakin berkembang dan majunya perkampungan, maka sudah dipastikan harga tanah menjadi tinggi dan banyak diminati, terutama para pengusaha yang ingin melebarkan perusahaannya/usaha.
Ada pula pengusaha-pengusaha berspekulasi untuk merebut/memiliki tanah yang menurutnya layak, dengan bekerja sama dengan mafia-mafia tanah dan para tikus-tikus kantor, untuk merebut tanah-tanah yang dianggap bermasalah. Salah satu menjadi perebutan ( Konplik Agraria) adalah Kampung Kerawang.
Untuk itu diharapkan instansi atau dinas terkait dapat memberikan titik terang terkait polemik Kampung Kerawang. (Red)