Stigma Lampung Timur Kian Terkikis

| 𝕿𝖊𝖗𝖎𝖒𝖆𝖐𝖆𝖘𝖎𝖍 𝕵𝖆𝖉𝖎 𝕻𝖊𝖒𝖇𝖆𝖈𝖆 𝕾𝖊𝖙𝖎𝖆.

Klik Gambar

Lampung Timur-halopaginews.com- Prasangka negatif pada Propinsi Lampung dan atau Kabupaten Lampung Timur masih tersirat di benak publik didalam maupun diluar Propinsi ataupun Kabupaten tersebut diatas.

Seiring berjalanya waktu lambat laun suatu saat nanti perihal itu senantiasa semakin terkikis benar-benar lenyap dari ingatan publik begitu juga tindakan nyatanya.

Stigma “Kampung Begal” melekat pada Propinsi Lampung Kabupaten Lampung Timur khususnya Kecamatan Jabung Desa Jabung viral jadi konsumsi publik pada era 2021 hingga 2023 lalu.

Dampaknya pun berimbas pada Desa Sukadana Kecamatan Sukadana ibukota Kabupaten Lampung Timur yang telah dinilai rawan tindakan kejahatan hingga dijuluki daerah Texas.

Perihal itu diungkapkan oleh Patimin (51) warga Kampung Banjar Ratu Kecamatan Way Pengubuan Kabupaten Lampung Tengah.

Dimana Patimin merasa takut ketika ia dan kedua rekannya akan bekerja di wilayah Kabupaten Lampung Timur pada Sabtu, 6 September 2024 pukul 23.30 WIB dini hari lalu.

Dirinya berprofesi sebagai tukang bangunan pasang keramik di Musholla Al Mukhtar di Jl. Hi. Mukhtar Capang (Merdeka) Desa Pasar Sukadana Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur.

“Begitu nyampek lokasi saya agak down, terus nanya sopir, disini orang apa, suku pribumi (Lampung) kata sopir itu sambil raut muka keliatan agak takut,” ungkap Patimin sembari istirahat lembur kerja pasang keramik.

Apalagi Sukadana terkenal rawan tindakan kejahatan sehingga disebut sebagai daerah texas, namun hal itu jauh dari kenyataan.

Baca Juga :  Wakili Danramil, Babinsa Labuhan Ratu Hadiri Ulang Tahun Pasar Tradisional Karetan

“Sukadana terkenal rawan, daerah texas tapi ternyata orangnya baik-baik jauh dari kesan negatif nggak seperti kabar yang digembar-gemborin orang,” imbuhnya.

Rombongan Patimin tiba dilokasi kerja pada malam hari, saking perasaannya dihantui rasa takut ia sempat memilih untuk pulang.

“Kami datangnya tengah malam, seandainya disuruh tidur di Musholla lebih baik kami milih pulang, nyatanya kami diterima dengan tangan terbuka,” pungkasnya.

Lain halnya Sarni (50) rekan seprofesi Patimin, Sarni pernah bertempat tinggal di Kecamatan Waway Karya Kabupaten Lampung Timur.

Selain itu, ia juga pernah ikut neneknya di Desa Batu Kasai Kecamatan Marga Sekampung Kabupaten Lampung Timur pada 1985 silam, sebelum pindah ke Metro dan kini menjadi warga Kampung Banjar Ratu Kecamatan Way Pengubuan.

“Saya dulu pernah tinggal di Waway Karya dan ikut nenek di Batu Kasai, dulu Jabung terkenal begalnya tapi Sukadana kena imbasnya, kalau saya nggak khawatir waktu mau diajak kesini,” kata Sarni.

Menyikapi hal itu, Herman Mustofa gelar Pengiran Rajo Adat warga Jalan Buai Kunang Capang (Merdeka) Desa setempat mengatakan bahwa tindakan kejahatan hanya dilakukan oleh segelintir orang sedangkan yang lain terkena getahnya.

“Yang berbuat jahat itu segelintir orang tidak semuanya berbuat, tapi yang kena imbasnya banyak orang sampai-sampai nama kampung juga ikut kebawa-bawa,” tutur Herman.

Masyarakat asli suku pribumi Lampung terbiasa saling hormat menghormati terutama tamu yang telah jadi budaya daerah prinsip falsafah Piil Pesenggiri dalam kehidupan sehari-hari.

Baca Juga :  Pimpin Acara Penerimaan Anggota Perwira Baru, Dandim 0429/Lamtim Tekankan Loyalitas Dan Etos Kerja

“Sejak dulu nenek moyang kami suku pribumi Lampung sudah mengajarkan keturunannya saling hormat menghormati dalam kehidupan bermasyarakat terutama menghormati tamu, istilahnya tamu adalah raja,” kata salah satu Tokoh Adat Marga Buai Subing asal Desa Terbanggi Marga Kecamatan Sukadana itu.

“Bila ada tamu harus disambut dengan baik, beri makan, minum dan bila perlu dibekali saat tamu pulang. Dalam bahasa daerah Lampung disebut nemui nyimah, nemui artinya menerima tamu sedangkan nyimah artinya memberi,” jelasnya.

Sedari dulu, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat asli suku pribumi Lampung telah diwarnai prinsip- prinsip falsafah Piil Pesenggiri sebagai budaya.

Piil Pesenggiri terdiri dari : 1. Piil Pesenggiri (Kehormatan atau harga diri), 2. Bejuluk Adeg (Pemberian gelar adat), 3. Nemui Nyimah (Menghargai dan melayani tamu), 4. Nengah Nyappur (Bergaul), 5. Sakai Sambaian (Kerjasama tolong menolong).

Dalam tuntunan Agama Islam, sambung Herman yang juga Tokoh Agama Islam itu, umat Muslim berkewajiban memuliakan tamu seperti sabda Rasulullah SAW, yang artinya:

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya dan menjamunya siang dan malam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Untuk sementara, Patimin dan kedua orang rekannya telah bekerja pasang keramik di Musholla Al Mukhtar selama 9 hari berturut-turut terhitung sejak Minggu, 7 September 2024. (ROPIAN KUNANG)

Dilaporkan oleh : Redaksi Umum